Teater “Sultan Mahmud Badaruddin II”

0
9

Harimau Sejarah yang Bangkit di Panggung Palembang

LogikaIndonesia.Com – Gedung Graha Budaya Jakabaring Palembang kembali menjadi saksi hidup semangat sejarah yang membara. Selama empat hari berturut-turut, pementasan teater “Sultan Mahmud Badaruddin II: Harimau yang Tak Dapat Dijinakkan” berhasil menyedot perhatian ratusan penonton dari berbagai lapisan masyarakat. Senin (20/10/2025) menjadi hari keempat pertunjukan, dan antusiasme publik tak menunjukkan tanda-tanda surut. Bahkan, kapasitas gedung yang terbatas nyaris tak mampu menampung gelombang penonton yang terus berdatangan.

Menghidupkan Kembali Sosok Pemimpin yang Tak Tergoyahkan

Pementasan ini bukan sekadar hiburan panggung. Ia adalah upaya kolektif untuk menghidupkan kembali nilai-nilai kepemimpinan, keberanian, dan identitas lokal yang terkandung dalam sosok Sultan Mahmud Badaruddin II. Dikenal sebagai pemimpin Palembang pada abad ke-18, Sultan Mahmud Badaruddin II digambarkan sebagai “harimau yang tak dapat dijinakkan”—sebuah metafora yang merangkum keberaniannya melawan dominasi kolonial Inggris dan Belanda.

Melalui dialog yang kuat, musik yang menggugah, dan tarian tradisional yang memikat, teater ini mengajak penonton menyelami semangat perjuangan yang pernah menyala di tanah Sriwijaya. Bukan hanya nostalgia, tetapi juga refleksi atas jati diri dan keberanian yang relevan hingga hari ini.

Magnet bagi Dunia Pendidikan dan Generasi Muda

Salah satu aspek paling menyentuh dari pementasan ini adalah kehadiran para kepala sekolah dari berbagai jenjang pendidikan di Palembang. Mereka tidak datang sendiri, melainkan membawa serta siswa-siswinya untuk menyaksikan langsung pertunjukan yang sarat nilai karakter dan sejarah.

Tercatat Kepala Sekolah SMA 13, SMA 19, SMA 2, SMA 20, dan SD 76 hadir bersama rombongan pelajar. Tak ketinggalan, SMA 3, SMA 6, SMA 12, SMA 18, SMA 16, SMA SON, SMK 8, dan SMA Maitreyawira juga turut meramaikan. Kehadiran mereka menjadi bukti nyata bahwa dunia pendidikan mulai membuka ruang bagi seni dan budaya sebagai bagian integral dari pembelajaran karakter dan kebangsaan.

Kepala Sekolah SMAN 13 Palembang, Ridwan Nawawi, S.Ag., M.Si., menyampaikan apresiasinya terhadap pementasan ini. “Pertunjukan ini bukan hanya menghibur, tetapi juga mendidik. Anak-anak kami bisa belajar tentang sejarah lokal, nilai keberanian, dan pentingnya mempertahankan identitas budaya. Ini adalah bentuk pembelajaran karakter yang sangat kuat,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi antara dunia pendidikan dan pelaku seni untuk membangun generasi yang berakar pada nilai-nilai luhur bangsa.

Konsistensi Penonton dan Respon Positif

Vebri Al-Lintani, penulis naskah sekaligus sutradara pertunjukan, mengungkapkan bahwa rata-rata jumlah penonton setiap hari mencapai sekitar 320 orang. “Gedung itu hampir penuh terus, pagi tadi seperti itu, sore ini seperti itu, sama saja,” ujarnya.

Lebih dari sekadar jumlah, Vebri menyoroti kedisiplinan dan antusiasme penonton yang luar biasa. Bahkan setelah pementasan usai, banyak penonton yang tetap bertahan di tempat duduk mereka, seolah belum puas menyerap energi dari panggung. “Walaupun pementasannya sampai dua jam lebih sedikit, tapi antusias penonton tetap tinggi dan mendapat respon yang bagus,” tambahnya.

Perspektif Produser: Seni sebagai Gerakan Kebudayaan

Fir Azwar, produser pementasan, menegaskan bahwa teater ini bukan hanya proyek seni, tetapi bagian dari gerakan kebudayaan yang lebih luas. “Kami ingin menunjukkan bahwa sejarah bukan benda mati. Ia bisa hidup kembali di panggung, menyentuh hati, dan membentuk cara pandang generasi muda terhadap identitas mereka,” ujarnya.

Fir juga menekankan pentingnya dukungan lintas sektor agar karya seperti ini bisa berkelanjutan. “Antusiasme penonton adalah bukti bahwa masyarakat haus akan karya yang bermakna. Ini harus jadi momentum bagi pemerintah, dunia pendidikan, dan komunitas seni untuk bersinergi,” tambahnya.

Menanti Hari Terakhir yang Penuh Harapan

Selasa (21/10/2025) akan menjadi hari terakhir pementasan teater “Sultan Mahmud Badaruddin II: Harimau yang Tak Dapat Dijinakkan”. Rencananya, akan digelar dua kali pertunjukan dalam satu hari. Beberapa tokoh penting seperti Direktur Utama Pasar dijadwalkan hadir, menandakan dukungan dari berbagai sektor terhadap pertunjukan ini.

Pementasan ini bukan hanya tentang mengenang masa lalu, tetapi tentang membangun masa depan yang berakar pada keberanian, kebanggaan lokal, dan semangat kolektif. Di tengah tantangan zaman, teater ini menjadi ruang bersama untuk menyatukan generasi, memperkuat identitas, dan merayakan sejarah yang tak pernah padam.

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini