PALEMBANG,LogikaIndonesia.Com Pada Minggu pagi yang cerah, 17 Agustus 2025, ribuan warga dan pejabat berkumpul di Jakabaring Sport City (JSC), Palembang, untuk memperingati Hari Ulang Tahun ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia. Di antara barisan tamu kehormatan, Sultan Palembang Darussalam, Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) IV Jaya Wikrama RM Fauwaz Diradja SH, MK, hadir dengan busana tradisional yang mencerminkan warisan Kesultanan Palembang. Ia berdiri tenang, menyimak jalannya upacara yang tahun ini membawa nuansa baru.
“Alhamdulillah, tahun ini peringatan HUT RI berjalan khidmat,” ujar SMB IV kepada Tempo, usai mengikuti upacara. “Banyak gebrakan baru dari Presiden Prabowo, berbeda dengan tradisi Presiden Jokowi yang biasanya mengenakan pakaian adat. Tapi esensinya tetap sama: menguatkan persatuan.”
Pernyataan itu bukan sekadar komentar atas gaya kepemimpinan. Bagi Sultan Palembang, simbol dan narasi dalam peringatan kemerdekaan memiliki makna strategis. Ia mencermati bahwa pendekatan Presiden Prabowo yang menekankan konsep “unity” atau kesatuan, sejalan dengan semangat kebangsaan yang dibutuhkan Indonesia saat ini—terutama menjelang visi besar Indonesia Emas 2045.
Monpera Simbol Yang Terlupakan
Meski mengapresiasi pelaksanaan upacara di JSC, SMB IV menyampaikan satu usulan penting agar Monumen Perjuangan Rakyat (Monpera) dijadikan lokasi upacara HUT RI di tahun-tahun mendatang. Baginya, Monpera bukan sekadar bangunan bersejarah, melainkan simbol perjuangan kolektif masyarakat Palembang melawan penjajahan.
“Kalau upacara digelar di sana, karakternya akan lebih kuat,” ujarnya. “Ada latar Pancasila, Jembatan Ampera, dan simbol perjuangan kota ini. Saya sudah berdiskusi dengan Pak Kapolresta dan Pak Wali Kota, semoga tahun depan bisa diusulkan.”
Usulan ini bukan tanpa alasan. Monpera, yang berdiri megah di jantung kota Palembang, menyimpan jejak perlawanan rakyat Sumatera Selatan dalam mempertahankan kemerdekaan. Di balik relief dan arsitekturnya, tersimpan kisah heroik yang jarang diangkat dalam narasi nasional. Sultan Palembang ingin agar generasi muda tak hanya mengenang kemerdekaan sebagai seremoni tahunan, tetapi sebagai warisan perjuangan yang hidup.
Tantangan Global dan Ketahanan Nasional
Di tengah semangat perayaan, Sultan Palembang juga menyoroti tantangan global yang mengintai stabilitas ekonomi Indonesia. Ia menyebut kebijakan pajak dari Amerika Serikat yang berdampak pada sektor makro ekonomi nasional. Namun, ia memilih melihat sisi positif dari dinamika tersebut.
“Kita tahu saat ini ada tekanan eksternal, tapi juga peluang. Masyarakat bisa menikmati barang impor dengan harga lebih terjangkau,” jelasnya. Pernyataan ini mencerminkan sikap optimis sekaligus realistis: bahwa Indonesia harus mampu beradaptasi dengan perubahan global tanpa kehilangan arah pembangunan nasional.
SMB IV menekankan pentingnya memperkuat daya tahan ekonomi dan sosial Indonesia. Ia percaya bahwa kemerdekaan bukan hanya soal bebas dari penjajahan, tetapi juga tentang kemampuan bangsa untuk berdiri tegak di tengah arus globalisasi dan kompetisi internasional.

Sultan Palembang Darussalam, Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) IV Jaya Wikrama RM Fauwaz Diradja SH, MK saat mengikuti upacara peringatan yang dipusatkan di Jakabaring Sport City, Palembang, Minggu (17/8).
Di akhir perbincangan, Sultan Palembang menyampaikan harapan yang menyentuh agar bangsa Indonesia tetap bersatu, berdaulat, dan mampu mengisi kemerdekaan dengan kerja nyata. Ia mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menjadikan momentum HUT RI ke-80 sebagai titik tolak menuju Indonesia Emas 2045.
“Harapan saya, Indonesia semakin maju dan mampu menghindari tekanan ekonomi eksternal. Mari kita isi kemerdekaan ini dengan semangat persatuan dan kerja nyata,” tuturnya.
Seruan Sultan Palembang bukan sekadar retorika. Ia mencerminkan suara dari daerah yang ingin berkontribusi dalam narasi besar kebangsaan. Dari Palembang, kota yang pernah menjadi pusat Kesultanan dan medan pertempuran, lahir harapan baru: bahwa kemerdekaan harus terus diperjuangkan, bukan hanya dikenang.




