Pemberdayaan Perempuan Pengrajin Melalui Pemasaran Online

0
2

Songket Limbang Jaya Menyapa Dunia Digital 

LogikaIndonesia.Com – Limbang Jaya, sebuah desa di Sumatera Selatan, telah lama dikenal sebagai pusat kerajinan songket tradisional. Di setiap rumah, deru alat tenun dan kilau benang emas menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Namun, di balik keindahan kain yang sarat makna ini, tersimpan tantangan besar: pemasaran yang masih terbatas. Selama ini, songket Limbang Jaya lebih banyak berputar di lingkaran pasar lokal, dengan pembeli yang didominasi oleh warga Palembang.

Menyadari kondisi tersebut, tim pengabdian masyarakat dari Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya (Unsri) mengambil langkah nyata. Rabu, 22 Oktober, empat dosen bersama sepuluh mahasiswa turun langsung ke lapangan untuk melakukan pelatihan pemasaran digital bagi para pengrajin songket Limbang Jaya. Mereka adalah Dr. Agustina Bidarti (ketua tim), Dr. (Cand.) Eka Mulyana, Azqia Wardani, M.Si., serta Dr. Dedi Irwanto dari FKIP Unsri.

Dari Tenun Tangan ke Jejaring Digital

Menurut Dr. Agustina Bidarti, kegiatan ini bukan hanya sekadar pelatihan teknis, tetapi juga bagian dari upaya besar untuk mengubah paradigma para pengrajin.

“Tujuan kami adalah mendorong perubahan sikap dan perilaku, terutama terkait kesetaraan gender. Sebagian besar pelaku usaha songket di sini adalah perempuan, dan mereka harus punya akses serta kemampuan yang sama dalam memanfaatkan teknologi,” ujarnya.

Melalui pelatihan tersebut, para pengrajin diajarkan cara mengemas produk, membuat merek (branding), menentukan harga yang kompetitif, serta memanfaatkan berbagai platform digital seperti WhatsApp Business, Instagram, dan marketplace lokal. Tim Unsri juga membantu mereka membuat katalog digital dan materi promosi, agar produk songket dapat menembus pasar yang lebih luas.

Belajar Memotret, Menceritakan, dan Menjual Songket

Salah satu daya tarik kegiatan ini adalah sesi fotografi produk yang dipandu oleh Dr. (Cand.) Eka Mulyana. Ia menjelaskan bagaimana foto yang baik dapat meningkatkan nilai jual sebuah produk.

“Kami ajarkan cara mengambil foto produk yang menarik, karena visual adalah kunci dalam pemasaran digital. Foto-foto itu nanti akan diunggah ke Instagram dan marketplace seperti Shopee dan Tokopedia,” jelasnya.

Tak hanya berhenti di situ, tim juga memperkenalkan konsep media sosial berbayar dan strategi promosi online, agar pengrajin mampu mengelola penjualan secara mandiri.

Katalog Digital: Etalase Virtual Warisan Budaya

Peran penting lainnya datang dari Azqia Wardani, M.Si., yang memperkenalkan penggunaan katalog digital interaktif. Ia menekankan pentingnya memanfaatkan teknologi untuk menjaga kontinuitas promosi produk.

“Kami tambahkan fitur-fitur gambar, video, hingga augmented reality agar pembeli bisa berinteraksi langsung dengan produk songket secara virtual. Pengrajin pun dapat memperbarui informasi produk kapan saja, lewat ponsel atau tablet mereka,” ujar Azqia.

Dengan katalog digital ini, pembeli bisa melihat detail motif, tekstur, bahkan mengetahui cerita di balik setiap lembar songket. Upaya ini menjadikan warisan budaya bukan sekadar benda estetis, melainkan juga produk bernilai ekonomi yang modern dan interaktif.

Sejarah yang Ditenun Bersama Tradisi

Agar katalog tersebut tidak kehilangan konteks budaya, Dr. Dedi Irwanto, dosen sejarah FKIP Unsri, menyusun narasi tentang asal-usul songket Limbang Jaya.

“Tradisi menenun di Limbang Jaya berakar dari masa Pangeran Sido Ing Rejek, penguasa Palembang yang bermigrasi ke wilayah Marga Sakatiga setelah peristiwa Perang Palembang–VOC pada tahun 1659. Beliau menempatkan para puteri di daerah yang kini dikenal sebagai Limbang Jaya, sementara dayang-dayang ditempatkan di Tanjung Dayang. Dari sinilah tradisi songket itu tumbuh,” tutur Dedi.

Ia menambahkan, setiap motif songket memiliki makna simbolik, mencerminkan filosofi hidup, status sosial, dan keindahan budaya lokal. Informasi tersebut kini dimasukkan dalam katalog digital agar pembeli tidak hanya membeli kain, tetapi juga memahami kisah dan nilai di baliknya.

Antusiasme dan Harapan Baru

Selama kegiatan berlangsung, suasana di Limbang Jaya terasa hidup. Para pengrajin, kebanyakan ibu rumah tangga, tampak antusias mengikuti pelatihan, mencoba memotret hasil tenunannya, dan tertawa saat melihat foto-foto mereka di layar kamera.

Salah satu peserta, Ibu Juwita, menyampaikan rasa syukurnya atas pendampingan ini.

“Kami berterima kasih pada Unsri yang telah peduli dan membantu kami memasarkan songket. Semoga kegiatan seperti ini terus berlanjut setiap tahun, supaya kami semakin maju dan tidak tertinggal zaman,” ujarnya penuh harap.

Menenun Masa Depan, Mengangkat Martabat Lokal

Kegiatan pengabdian di Limbang Jaya ini menjadi contoh nyata sinergi antara pendidikan tinggi dan masyarakat. Melalui pendekatan teknologi, budaya tradisional seperti songket tidak lagi hanya menjadi simbol masa lalu, tetapi juga motor ekonomi kreatif di masa depan.

Dengan langkah-langkah sederhana namun strategis — dari pelatihan digital marketing hingga dokumentasi sejarah lokal — Universitas Sriwijaya menunjukkan bahwa pemberdayaan perempuan dan pelestarian budaya bisa berjalan seiring.

Kini, songket Limbang Jaya tak lagi hanya berputar di pasar Palembang. Ia mulai menenun jejaknya di ruang digital, menyapa pembeli dari berbagai penjuru, membawa pesan:
tradisi tidak hilang, ia hanya bertransformasi.

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini