Menyalakan Api Sejarah di Hati yang Sunyi

0
8

Ketika Teater Sultan Mahmud Badaruddin II Menyentuh Anak-anak SLB di Palembang

LogikaIndonesia.Com – Minggu sore yang hangat, 19 Oktober 2025, Gedung Graha Budaya Jakabaring Palembang dipenuhi gelombang penonton yang tak biasa. Di antara barisan kursi penonton, tampak ratusan anak-anak Sekolah Luar Biasa (SLB) dari berbagai penjuru Sumatera Selatan duduk rapi, mata mereka terpaku pada panggung. Hari ketiga pementasan teater “Sultan Mahmud Badaruddin II: Harimau yang Tak Dapat Dijinakkan” bukan sekadar pertunjukan seni. Ia menjelma menjadi ruang pembelajaran sejarah yang hidup, menyentuh ranah pendidikan inklusif dengan cara yang jarang ditemui.

Teater Sebagai Jendela Sejarah yang Inklusif

Bagi Jumingan, S.Pd., Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SLB Sumatera Selatan, momen ini adalah lebih dari sekadar hiburan. Ia mengajak 100 siswa dan guru untuk hadir, bukan hanya untuk menonton, tetapi untuk mengalami sejarah secara langsung—dengan mata, hati, dan emosi.

“Anak-anak kami selama ini hanya mengenal Sultan Mahmud Badaruddin II dari gambar di bandara. Tapi hari ini, mereka melihat perjuangannya hidup di depan mata. Ini sangat berarti,” ujarnya dengan mata berbinar.

Pementasan tersebut menjadi titik temu antara sejarah dan pengalaman visual. Para guru SLB berencana membawa pengalaman ini ke ruang kelas, menjadikannya bahan ajar yang kuat. “Anak-anak lebih mudah memahami sejarah lewat seni,” tambah Jumingan. Bagi mereka, teater bukan hanya media ekspresi, tetapi juga terapi dan pembelajaran.

Menyentuh Ranah Pendidikan Khusus

SLB sebagai institusi pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus memiliki pendekatan yang berbeda. Seni, keterampilan, dan olahraga menjadi pilar utama dalam pengembangan potensi siswa. Dalam konteks ini, teater menjadi medium yang sangat relevan.

“Pementasan ini sangat membantu kami dalam mengembangkan potensi anak-anak. Mereka belajar empati, memahami nilai perjuangan, dan mengenal budaya lokal,” kata Jumingan.

Muhammad Husaini, M.Pd., Kepala SLB C Karya Ibu Palembang, turut mengapresiasi kegiatan ini. Ia menyayangkan bahwa anak-anak lebih hafal nama pemain bola daripada pahlawan nasional. “Teater seperti ini bisa mengubah itu. Bisa menghidupkan kembali semangat sejarah,” ujarnya.

Anisa, Kepala SLB Negeri Ogan Ilir, mengaku baru pertama kali diundang ke acara semacam ini. “Kegiatan ini luar biasa. Anak-anak kami belajar budaya, belajar menghargai perjuangan. Kami berharap bisa terus diajak, karena ini membuka mata hati mereka,” katanya.

Perspektif Budaya Membumikan Sejarah Lewat Teater

Pengamat budaya Sumatera Selatan, Hernoe Roesprijadji, melihat pementasan ini sebagai momentum penting untuk membumikan sejarah lokal melalui pendekatan seni yang inklusif. Menurutnya, teater bukan hanya ekspresi artistik, tetapi juga medium strategis untuk menyentuh ruang batin yang selama ini sulit dijangkau oleh metode pembelajaran konvensional.

“Ketika anak-anak SLB bisa larut dalam cerita perjuangan Sultan Mahmud Badaruddin II, itu artinya seni telah berhasil menyentuh ruang batin yang selama ini sulit dijangkau,” ujarnya.

Hernoe menekankan pentingnya keberlanjutan. Ia berharap pementasan semacam ini tidak berhenti sebagai event sesaat, tetapi menjadi bagian dari kurikulum budaya dan sejarah di sekolah-sekolah, termasuk SLB. “Kita bicara tentang anak-anak berkebutuhan khusus yang selama ini sering terpinggirkan dari narasi besar sejarah bangsa. Teater ini memberi mereka ruang untuk merasa terlibat,” tambahnya.

Ia juga mengapresiasi keberanian para seniman dan penyelenggara yang mengangkat tokoh lokal dengan narasi yang kuat dan relevan. “Sultan Mahmud Badaruddin II bukan hanya simbol perlawanan, tapi juga representasi nilai-nilai lokal yang universal: keberanian, keadilan, dan cinta tanah air,” tuturnya.

Dari Panggung ke Hati Sejarah yang Dihidupkan

Pementasan ini membuktikan bahwa sejarah tidak harus diajarkan lewat buku tebal dan hafalan panjang. Ia bisa dihidupkan lewat panggung, lewat emosi, lewat seni yang menyentuh. Di tengah hiruk-pikuk modernitas dan arus digital yang kerap melupakan akar budaya, teater menjadi jembatan antara masa lalu dan masa depan, antara perjuangan dan penghayatan.

Sultan Mahmud Badaruddin II, sang harimau yang tak dapat dijinakkan, hari itu bukan hanya tokoh sejarah. Ia menjadi inspirasi hidup bagi anak-anak SLB yang menyaksikan perjuangannya. Dan mungkin, dari kursi penonton itu, lahir semangat baru untuk mencintai negeri ini dengan cara yang paling tulus: lewat pemahaman, lewat seni, dan lewat hati.

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini