Mengapa Prabowo Memberi Amnesti dan Abolisi ke Hasto dan Lembong?

0
78
Oplus_0

Saat Politik Pengampunan Menjadi Alat Rekonsiliasi

LogikaIndonesia.Com – Menjelang peringatan 80 tahun kemerdekaan Indonesia, Presiden Prabowo Subianto mengumumkan langkah mengejutkan pemberian amnesti kepada Hasto Kristiyanto dan abolisi untuk Tom Lembong. Keputusan ini, yang sudah disetujui DPR, memantik debat hangat apakah ini bentuk kenegarawanan, atau kompromi politik?

Dua Wajah Pengampunan: Amnesti vs Abolisi

Dalam konstitusi Indonesia, Presiden memang memiliki hak prerogatif memberi amnesti dan abolisi. Namun, secara prinsip, keduanya punya makna berbeda

Amnesti: Menghapus status pidana setelah vonis dijatuhkan. Dalam konteks Hasto, ini berarti menghapuskan hukuman 3,5 tahun atas kasus perintangan penyidikan terkait Harun Masiku.
Abolisi: Menghentikan proses hukum sebelum putusan dijatuhkan. Tom Lembong menerima abolisi, yang membuat kasus korupsi impor gula yang menjeratnya berhenti total.

Narasi Politik atau Pemulihan Nasional?

Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyebut pemberian pengampunan ini sebagai “strategi rekonsiliasi nasional” untuk meredam polarisasi politik. Ada 1.116 orang lain yang turut menerima amnesti, mayoritas dari kalangan sipil dan aktivis.

Namun, pemberian kepada figur elite seperti Hasto dan Lembong memperkuat spekulasi: ini bukan sekadar pemulihan, tapi mungkin langkah Prabowo untuk mengamankan stabilitas politik jangka panjang.

“Kita harus mengakhiri rekayasa hukum yang dijadikan senjata politik,” ujar Mahfud MD dalam wawancaranya di TV nasional, mendukung langkah Prabowo.

Publik Terbelah

Kelompok pro-reformasi menyambut baik langkah ini sebagai upaya mencairkan ketegangan. Sebagian kalangan justru khawatir akan muncul preseden buruk bahwa elite bisa lolos dari jerat hukum atas nama rekonsiliasi.

Aktivis hukum pidana, Yenti Ganarsih, menulis di Kompas bahwa “rekonsiliasi tanpa kejelasan akuntabilitas bisa menjadi racun demokrasi dalam jangka panjang.”

Isyarat Politik Baru?

Langkah Prabowo ini bisa dibaca sebagai transisi dari “politik balas dendam” ke “politik akomodasi.” Namun, apakah ini berarti pengadilan akan menjadi lebih lunak terhadap pelaku korupsi? Ataukah ini cara Prabowo menegaskan bahwa persatuan lebih penting daripada penghukuman?

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini