Ketika Judul Menyalahi Fakta

0
37

Etika Jurnalistik Sumsel dalam Sorotan

PALEMBANG, LogikaIndonesia.Com— Di tengah derasnya arus informasi digital, integritas media kembali dipertanyakan. Sebuah berita di portal online Sumsel9 sontak menjadi sorotan publik setelah judul yang dipasang dinilai menyalahi etika jurnalistik.

Judul yang berbunyi “Diduga Oknum Kepala SMA Negeri 6 Palembang Terima 4 Siswa Tambahan” dipandang tidak sejalan dengan isi berita. Bukan hanya memicu kegaduhan, ia juga dianggap mencoreng nama baik institusi pendidikan dan pribadi kepala sekolah.

“Oknum” yang Dipermasalahkan

Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Sumatera Selatan, Jhon Heri, menjadi salah satu yang paling keras bersuara. Menurutnya, penggunaan kata “oknum” dalam judul sama sekali tidak tepat.

“Kepala SMA Negeri 6 Palembang hanya satu, dan beliau sudah melakukan klarifikasi. Judul seperti itu tidak mencerminkan isi berita yang sebenarnya,” tegas Jhon.

Lebih jauh, ia mengingatkan bahwa perbedaan antara judul dan isi bukan sekadar kesalahan teknis. “Itu bisa berujung konsekuensi hukum, apalagi jika hak jawab tidak dibuka,” tambahnya.

Kritik dari Sesepuh Pers

Nada serupa datang dari Ocktap Priady, mantan Ketua PWI Sumsel dua periode sekaligus Ketua Dewan Kehormatan PWI Sumsel. Ia menilai wartawan Sumsel9, Alvin, sebenarnya sudah mengetahui fakta: surat yang dianggap bermasalah tidak ditandatangani kepala sekolah. Namun, judul tetap dipasang dengan nada menyudutkan.

“Judulnya tidak sesuai fakta. Ini pelanggaran serius terhadap etika jurnalistik,” kata Ocktap.

Tak hanya itu, Ocktap juga mengungkap kabar tak sedap: adanya tawaran advertorial kepada pihak sekolah agar berita tidak ditayangkan. “Kalau benar, itu bentuk penyalahgunaan profesi. Wartawan harus menjaga marwah jurnalistik, bukan menjadikannya alat tawar-menawar,” ujarnya.

Suara dari AMSI

Ketua Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Sumsel, Ardi Fitriamsyah, menilai kasus ini tidak bisa dianggap remeh. Baginya, perbedaan mencolok antara judul dan isi adalah tanda lemahnya kualitas redaksi.

“Kalau bukan produk jurnalistik yang sah, bisa saja masuk ranah pidana. Pihak berwajib harus bertindak tegas,” tandasnya.

Momentum Refleksi

Kontroversi Sumsel9 seakan membuka kembali ruang refleksi: di mana posisi etika dalam ruang redaksi hari ini? Di tengah kompetisi klik dan kecepatan publikasi, media dituntut untuk tidak mengorbankan akurasi.

Bagi masyarakat, berita adalah jendela kebenaran. Setiap kata yang terbit membawa tanggung jawab, bukan hanya pada narasumber, tetapi juga pada publik yang mempercayainya. Kasus ini pun menjadi pengingat keras bahwa integritas jurnalistik bukan sekadar jargon, melainkan napas yang menjaga marwah pers itu sendiri.

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini