Ketika Harimau Yang Tak Mudah Dijinakkan Bangkit di Panggung Graha Budaya Jakabaring

0
19

LogikaIndonesia.Com – Gedung Graha Budaya Jakabaring, Palembang, hari pertama pementasan Jumat (17/10), dipenuhi riuh tepuk tangan dan sorak sorai penonton. Di balik tirai panggung, para aktor bersiap dengan napas tertahan, menunggu giliran untuk menghidupkan kembali sosok legendaris yang telah lama menjadi simbol perlawanan rakyat Palembang: Sultan Mahmud Badaruddin II. Teater “Harimau yang Tak Dapat Dijinakkan” bukan sekadar pertunjukan seni. Ia adalah pernyataan, sebuah seruan dari masa lalu yang menggema ke masa kini.

Antusiasme yang Membanjiri Panggung

Hari pertama pementasan menjadi bukti bahwa semangat seni pertunjukan belum mati di Bumi Sriwijaya. Ribuan penonton dari berbagai latar belakang memadati gedung pertunjukan, menunjukkan bahwa teater masih memiliki tempat di hati masyarakat. Dari total 3.500 tiket yang disiapkan, 90 persen telah terjual. “Alhamdulillah, hampir setiap pertunjukan bangku penuh,” ujar Vebri Al-Lintani, penulis naskah sekaligus sutradara pertunjukan, dengan nada haru.

Vebri tak menyembunyikan rasa syukurnya atas sambutan hangat penonton. “Pagi tadi memang masih ada beberapa kekurangan, tapi sore harinya kami sudah melakukan banyak perbaikan. Ada rasa gembira dan haru melihat penonton begitu antusias,” katanya.

Menghidupkan Kembali Sang Harimau

Pertunjukan ini bukan sekadar hiburan. Ia adalah upaya membangkitkan kembali semangat perlawanan Sultan Mahmud Badaruddin II (SMB II), pahlawan nasional yang menjadi simbol kedaulatan dan harga diri masyarakat Palembang terhadap penjajahan. Melalui teater, Vebri dan timnya ingin mengajak masyarakat mengenang dan meneladani keberanian sang sultan.

“Teater adalah tempat mendidik jiwa, membentuk karakter, dan menjaga warisan budaya,” tegas Vebri. Ia percaya bahwa seni pertunjukan memiliki kekuatan untuk membentuk generasi muda yang tangguh dan berkarakter.

Dedikasi Para Pemain di Tengah Keterbatasan

Di balik gemerlap panggung, ada kerja keras yang tak terlihat. Para pemain, sebagian besar anak muda Palembang, telah berlatih selama berbulan-bulan menghadapi berbagai tantangan. “Saya apresiasi kepada para pemain yang punya tekad luar biasa. Mereka mendisiplinkan diri, berlatih rutin, dan berusaha tampil sebaik mungkin,” kata Vebri.

Untuk menjaga stamina dan semangat para pemain selama lima hari pementasan dengan total delapan kali penayangan, tim produksi memberikan vitamin dan dukungan mental. “Yang penting stamina, kesehatan, dan kewarasan mereka tetap terjaga sampai hari terakhir,” ujarnya.

Teater di Tanah yang Tandus

Meski sukses di panggung, Vebri tak menutup mata terhadap tantangan besar yang dihadapi dunia teater di Palembang. “Kalau boleh jujur, kami ini seperti menanam di tanah yang tandus. Ekosistem teater di Palembang masih lemah,” katanya. Ia mengeluhkan sulitnya mencari aktor dan minimnya dukungan fasilitas yang layak.

Gedung Graha Budaya Jakabaring, yang menjadi lokasi pementasan, dinilai belum sepenuhnya mendukung pertunjukan seni profesional. “Dari luar tampak megah, tapi di dalam banyak kursi rusak, sirkulasi udara panas, dan panggung belum standar,” jelasnya.

Seruan untuk Pemerintah

Vebri pun menyampaikan pesan kepada Gubernur Sumatera Selatan agar lebih memperhatikan sektor kesenian. “Kalau dibandingkan dengan olahraga, kesenian jauh tertinggal. Fasilitas olahraga di Jakabaring sangat megah dan lengkap, tapi untuk kesenian hanya satu gedung saja yang kondisinya pun tidak ideal. Ini tidak logis kalau seni terus dikesampingkan,” tegasnya.

Menurutnya, perhatian pemerintah terhadap seni pertunjukan bukan hanya soal fasilitas, tetapi juga tentang membangun ruang bagi generasi muda untuk berkarya dan menyalurkan bakatnya. “Kalau ada gedung yang layak dan komunitas yang hidup, kita tidak akan kesulitan mencari aktor atau seniman baru,” katanya.

Dukungan dari Dinas Pendidikan dan DPRD

Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Selatan, Hj. Mondyaboni, S.E., S.Kom., M.Si., M.Pd., turut hadir menyaksikan pementasan dan menyampaikan apresiasinya. “Pementasan ini bukan hanya menghibur, tapi juga mendidik. Ini adalah bentuk pembelajaran sejarah yang hidup dan menyentuh. Kami akan mendorong sekolah-sekolah untuk menjadikan pertunjukan seperti ini sebagai bagian dari penguatan karakter dan literasi budaya siswa,” ujarnya.

Sementara itu, Fajar Febriansyah, S.T., M.I.Kom., anggota Komisi V DPRD Sumsel yang membidangi pendidikan dan kebudayaan, menegaskan pentingnya dukungan anggaran untuk seni pertunjukan. “Kami di Komisi V akan mendorong agar anggaran kesenian tidak lagi menjadi pelengkap, tapi menjadi prioritas. Teater seperti ini membuktikan bahwa seni bisa menjadi alat pendidikan dan kebangkitan identitas daerah,” katanya.

Hj. Zaitun, S.H., M.Kn., rekan Fajar Febriansyah, S.T., M.I.Kom. di Komisi V, menambahkan bahwa keberhasilan pementasan ini harus menjadi momentum evaluasi kebijakan. “Sudah saatnya pemerintah provinsi menyusun peta jalan pengembangan seni budaya yang konkret. Kita tidak bisa terus berharap pada inisiatif komunitas saja. Negara harus hadir,” tegasnya.

Api Kecil yang Menyalakan Semangat

Di tengah keterbatasan, semangat para seniman tetap menyala. Pentas ini menjadi bukti bahwa seni di Palembang masih hidup, bergerak, dan berjuang untuk tetap eksis. “Semoga pertunjukan ini bisa menjadi api kecil yang menyalakan kembali semangat kesenian di Sumatera Selatan,” ujar Vebri penuh harap.

Fir Azwar, yang turut mengawal prosedur pertunjukan, menyebut pementasan ini sebagai pertunjukan spektakuler. “Selama hampir 15 tahun lebih tak ada pertunjukan yang seperti ini. Hari pertama penonton ramai, kursi terisi penuh selama dua kali pertunjukan,” katanya.

Pentas “Sultan Mahmud Badaruddin II: Harimau yang Tak Dapat Dijinakkan” bukan hanya menghidupkan kembali sejarah, tetapi juga menjadi cermin kondisi kesenian di Sumatera Selatan. Di balik sorotan lampu panggung, ada harapan, kritik, dan semangat yang tak pernah padam. Teater ini adalah harimau yang tak bisa dijinakkan ia terus mengaum, menuntut ruang, dan mengajak kita untuk tidak melupakan jati diri.

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini