KETIKA GURU DIKRIMINALISASI, PGRI BANGUN SEMANGAT SOLIDARITAS

0
34

Membaca Ulang Konflik SMKN 7 Palembang

Palembang, LogikaIndonesia.Com — Di tengah hiruk-pikuk dunia pendidikan yang seharusnya menjadi ruang tumbuh dan belajar, SMK Negeri 7 Palembang justru menjadi sorotan publik karena konflik yang melibatkan seorang guru dan wali murid. Perseteruan yang bermula dari dugaan terhadap seorang siswa kini menjelma menjadi polemik yang menyeret institusi pendidikan, organisasi profesi guru, hingga aparat penegak hukum.

Awal Mula Tuduhan dan Reaksi

Kisah ini bermula dari tuduhan seorang guru di SMKN 7 terhadap siswa berinisial M, yang diduga terlibat dalam penyalahgunaan narkoba. Tuduhan tersebut sontak memicu reaksi keras dari sang wali murid, Y, yang merasa keberatan atas perlakuan terhadap anaknya. Protes Y tidak berhenti di ruang sekolah ia membawa keluhannya ke media sosial, lengkap dengan video yang kemudian viral dan memantik perhatian publik.

Tak lama berselang, laporan resmi pun dilayangkan ke Polrestabes Palembang. Guru yang bersangkutan menjadi terlapor dalam kasus yang kini telah memasuki tahap penyelidikan awal. Namun, cerita tidak berhenti di sana.

PGRI Bergerak Solidaritas Profesi yang Menguat

Merespons laporan tersebut, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kota Palembang mengambil langkah hukum balik. Dipimpin langsung oleh Ketua PGRI Kota Palembang, Dr. H. Zulinto, S.Pd., M.M., ratusan guru mendatangi Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Sumatera Selatan. Mereka melaporkan Y atas dugaan pencemaran nama baik melalui media sosial.

Dalam video yang beredar luas, Zulinto tampak berdiri di tengah kerumunan guru berseragam PGRI, menyampaikan sikap resmi organisasi. “Kami dilaporkan duluan ke Polrestabes. Tapi kami tidak tinggal diam. Kami juga berhak melindungi guru kami yang sudah bekerja dengan dedikasi,” tegasnya.

Langkah ini bukan sekadar pembelaan terhadap satu individu, melainkan simbol solidaritas profesi. “Kalau satu guru dicubit, maka semua guru ikut merasakannya,” ujar Zulinto, mengutip pepatah yang menggambarkan kekompakan para pendidik.

Di Balik Ketegangan Komunikasi yang Tersendat

Zulinto menilai akar persoalan ini bukan semata-mata pada substansi tuduhan, melainkan pada miskomunikasi dan ego yang tak terkendali. “Setelah saya tinjau langsung ke sekolah, saya melihat ini sebenarnya hanya kesalahpahaman,” ungkapnya.

Pernyataan ini membuka ruang refleksi: seberapa siap ekosistem pendidikan kita dalam mengelola konflik secara dialogis? Apakah ruang komunikasi antara guru dan orang tua sudah cukup terbuka dan setara?

Antara Hukum dan Harapan

Meski proses hukum tengah berjalan, Zulinto tetap mengedepankan harapan agar semua pihak menahan diri. Ia menekankan bahwa guru hanya ingin bekerja dengan tenang, mengajar dengan hati, dan membimbing anak-anak tanpa tekanan. “Kami serahkan sepenuhnya kepada pihak kepolisian. Kita tunggu saja hasil pemeriksaan,” ujarnya.

Namun, di balik ketegasan itu, tersirat kegelisahan: bagaimana menjaga marwah profesi guru di tengah era digital yang serba terbuka? Bagaimana membangun kembali kepercayaan antara sekolah dan orang tua?

Menjaga Ruang Aman Pendidikan

Kasus ini menjadi pengingat bahwa sekolah bukan hanya tempat belajar, tetapi juga ruang relasi sosial yang kompleks. Ketika komunikasi tersumbat, ketika prasangka mendahului klarifikasi, maka ruang aman itu bisa retak.

PGRI, dalam kapasitasnya sebagai organisasi profesi, berjanji akan terus mengawal dan mendampingi anggotanya. Namun, lebih dari sekadar pendampingan hukum, yang dibutuhkan adalah upaya kolektif untuk membangun ekosistem pendidikan yang adil, terbuka, dan saling menghargai.

Pelajaran dari SMKN 7

Konflik di SMKN 7 Palembang bukan sekadar kisah tentang laporan polisi atau video viral. Ia adalah cermin dari tantangan relasi antara guru, siswa, dan orang tua di era keterbukaan informasi. Ia juga menjadi pengingat bahwa solidaritas profesi harus berjalan seiring dengan keterbukaan dialog dan empati lintas peran.

Semoga dari kisah ini, kita tidak hanya belajar tentang hak dan kewajiban, tetapi juga tentang pentingnya membangun jembatan komunikasi yang kokoh—agar sekolah tetap menjadi rumah yang aman bagi semua.

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini