Oleh Ali Goik pegiat lingkungan Sumatera Selatan
Palembang, LOGIKAINDONESIA.COM– Jembatan di Desa Muara Lawai, Kecamatan Merapi Timur, Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan, ambruk pada akhir Juni 2025. Peristiwa ini menjadi puncak dari kekhawatiran yang selama ini dirasakan warga: jalan dan jembatan umum yang seharusnya menopang aktivitas masyarakat, kini dipaksa menanggung beban berat kendaraan pengangkut hasil tambang.
Jembatan tersebut merupakan akses vital bagi warga desa yang menghubungkan pemukiman, lahan pertanian, serta jalur distribusi ekonomi lokal. Namun dalam beberapa tahun terakhir, arus kendaraan berat pengangkut batu bara dan hasil tambang lainnya kian mendominasi lalu lintas di kawasan itu.
Menurut warga setempat, truk-truk tambang yang melintasi jembatan Muara Lawai setiap hari memiliki kapasitas muatan yang jauh melebihi daya dukung struktur. “Setiap hari lewat, bahkan malam hari. Bunyi jembatan itu sudah ngilu kami dengar sejak lama,” ujar tokoh masyarakat Desa Muara Lawai yang tak mau disebutkan namanya. Ia menyebut kondisi jembatan sudah menunjukkan keretakan sejak awal tahun, namun tidak ada penanganan serius dari pihak terkait.
Ketimpangan Infrastruktur dan Beban Industri
Jalan umum, secara prinsip, dibangun dengan peruntukan bagi aktivitas masyarakat sipil. Ketika kendaraan industri berat, seperti angkutan tambang, menggunakan jalur yang sama tanpa penguatan struktur dan tanpa kontribusi pemeliharaan yang memadai, maka risiko kehancuran menjadi keniscayaan.
“Ini bukan sekadar kasus jembatan ambruk,” kata Ali Goik pegiat lingkungan dan Budayawan dari Sumatera Selatan. “Ini adalah potret dari kegagalan regulasi dan lemahnya pengawasan terhadap operasional tambang yang menggunakan fasilitas publik tanpa memperhitungkan dampaknya.”
Ia menambahkan bahwa semestinya angkutan hasil tambang memiliki jalan khusus, sesuai amanat Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 Tahun 2021 yang menegaskan bahwa pengangkutan hasil tambang wajib menggunakan jalur khusus non-publik. “Ketika perusahaan tambang tetap menggunakan jalan umum, apalagi dengan beban yang tidak terkendali, yang dirugikan adalah masyarakat,” tegasnya.
- Dampak Sosial dan Ekonomi
Ambruknya jembatan bukan hanya memutus jalur fisik, tetapi juga memotong urat nadi ekonomi warga. Sejak insiden tersebut, warga Desa Muara Lawai dan sekitarnya terpaksa menempuh rute memutar yang jauh lebih lama dan mahal. Para petani kesulitan mengangkut hasil panen, siswa sekolah harus berjalan kaki lebih jauh, dan arus barang menjadi tersendat.
“Ini bukan kejadian pertama. Infrastruktur untuk masyarakat umum rusak dampak dari angkutan yang mengunakan fasilitas umum, baik moda darat dan sungai.”
Mendorong Solusi dan Tanggung Jawab
Menurut Ali Goik pemerintah Kabupaten Lahat dan Pemprov Sumsel didesak segera turun tangan, bukan hanya untuk membangun kembali jembatan, tetapi juga menyusun ulang sistem lalu lintas tambang di wilayah itu. Skema jalan tambang khusus mesti ditegakkan, sementara tanggung jawab perusahaan tambang terhadap kerusakan infrastruktur publik harus ditagih.” Tegas Ali Goik.
Ambruknya jembatan di Muara Lawai bukan sekadar kecelakaan infrastruktur. Ini adalah peringatan keras bagi seluruh pemangku kebijakan bahwa pembangunan industri, jika tidak diimbangi dengan pengawasan dan tanggung jawab sosial, akan selalu dibayar mahal oleh masyarakat.


