Ikan Mati Massal di Sungai Lais dan Keresahan Warga Palembang

0
14

Di tengah riak tenang Sungai Lais, sebuah video mengubah ketenangan menjadi kegelisahan. Ikan-ikan mengambang tak bernyawa, dan warga pun bertanya: ada apa dengan sungai kita?

Pada awal Oktober 2025, sebuah video yang diunggah oleh Jeffri Aliansyah di Facebook mengguncang warga Palembang. Dalam rekaman itu, terlihat ratusan ikan mabuk dan mati mengambang di permukaan Sungai Lais, salah satu anak Sungai Musi yang mengalir melintasi jantung kota. Video tersebut bukan hanya viral—ia menjadi pemantik keresahan kolektif tentang kondisi lingkungan hidup dan tanggung jawab industri di sekitar sungai.

“Saya syok lihat videonya,” ujar Rina, warga Kelurahan 3 Ilir yang tinggal tak jauh dari bantaran sungai. “Kami bergantung pada sungai ini. Kalau airnya tercemar, bukan cuma ikan yang mati—kami juga bisa kena dampaknya.”

Unggahan Jeffri langsung memicu gelombang komentar dan spekulasi. Banyak warganet menyoroti aktivitas industri di tepi Sungai Musi, terutama PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri) Palembang, yang dituding sebagai sumber pencemaran. Dugaan itu muncul bukan tanpa alasan—Pusri merupakan salah satu pabrik pupuk terbesar di Indonesia, dan lokasinya berdekatan dengan Sungai Musi.

Namun, tudingan itu segera dibantah oleh pihak perusahaan. Rustam Effendi, VP Komunikasi & Administrasi Korporat Pusri, menyampaikan klarifikasi resmi.

“Pusri selalu tunduk dan patuh pada aturan lingkungan hidup serta rutin berkoordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup Kota Palembang maupun Provinsi Sumatera Selatan. Tudingan bahwa Pusri mencemari Sungai Musi hingga menyebabkan ikan mati adalah tidak benar dan tidak berdasar,” tegas Rustam dalam pernyataan tertulis, Kamis (02/10/2025).

Menurut Rustam, tim Lingkungan Hidup Pusri langsung melakukan pengecekan begitu isu mencuat. Hasil analisa internal menunjukkan bahwa kualitas air masih berada di bawah ambang batas baku mutu, dan tidak ditemukan ikan mati di area sekitar perairan Pusri.

Namun, warga tetap gelisah. Video yang beredar memperlihatkan dengan jelas fenomena ikan mabuk di Sungai Lais. “Kalau memang bukan dari limbah industri, lalu dari mana?” tanya Dedi, seorang nelayan lokal. “Kami butuh jawaban, bukan sekadar klarifikasi.”

Hingga kini, Dinas Lingkungan Hidup Kota Palembang maupun Provinsi Sumatera Selatan belum mengumumkan hasil uji sampel independen. Ketidakjelasan ini memperpanjang spekulasi dan memperdalam ketidakpercayaan publik terhadap pengelolaan lingkungan.

Sungai Sebagai Ruang Hidup

Sungai Musi dan anak-anak sungainya bukan sekadar aliran air. Bagi masyarakat Palembang, sungai adalah ruang hidup, sumber air bersih, tempat mencari nafkah, dan bagian dari identitas budaya. Dari perahu ketek yang melintas saban pagi hingga ritual adat yang bersentuhan dengan air, sungai adalah nadi kehidupan.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, Sungai Musi menghadapi tekanan berat. Aktivitas industri, limbah domestik, dan sedimentasi membuat kualitas air menurun. Laporan WALHI Sumsel tahun lalu mencatat bahwa beberapa titik di Sungai Musi menunjukkan tingkat pencemaran yang mengkhawatirkan, terutama di dekat kawasan industri.

“Kami sudah lama mengadvokasi perlunya pemantauan independen dan partisipatif terhadap kualitas air sungai,” ujar Fitri, aktivis lingkungan dari komunitas Sungai Hidup. “Kasus ikan mati ini harus jadi momentum untuk memperkuat transparansi dan akuntabilitas.”

Menanti Kepastian, Menuntut Perubahan

Di tengah ketidakpastian, warga menuntut lebih dari sekadar bantahan. Mereka ingin ada investigasi terbuka, audit lingkungan yang melibatkan masyarakat, dan sistem pengawasan yang tidak hanya bergantung pada laporan internal perusahaan.

“Kami tidak anti industri,” kata Rina. “Tapi kami ingin industri yang bertanggung jawab. Sungai ini milik kita semua.”

Fenomena ikan mati massal di Sungai Lais bukan hanya soal ekologi. Ia adalah cermin dari relasi antara manusia, alam, dan kekuasaan. Ketika sungai terluka, yang terancam bukan hanya ikan, tapi juga kepercayaan publik, keberlanjutan hidup, dan masa depan kota.

Sungai Lais masih mengalir. Tapi luka yang ia tanggung menunggu penyembuhan. Dan penyembuhan itu hanya mungkin jika semua pihak—pemerintah, industri, dan masyarakat—bersedia mendengar, bertindak, dan berubah.

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini