Hutan Harapan: Ketika Restorasi Menjadi Luka

0
63

PALEMBANG, LogikaIndonesia.Com –  Pagi itu, kabut tipis menyelimuti kawasan yang dulunya rimbun di Hutan Harapan. Di antara batang pohon yang tersisa, suara mesin genset dan deru kendaraan terdengar mengganggu. Tak jauh dari sana, seorang warga adat Bathin Sembilan berdiri memandangi hamparan sawit yang tumbuh di bekas hutan.

“Di sini dulu tempat harimau lewat,” katanya lirih. “Sekarang tinggal jejak roda dan drum minyak.”

Hutan Harapan, kawasan restorasi ekosistem yang dipegang oleh PT Restorasi Ekosistem Indonesia (REKI), dulunya dielu-elukan sebagai proyek konservasi perintis di Indonesia. Namun kini, kawasan ini justru menghadirkan paradoks: restorasi yang menjelma menjadi kehancuran.

Izin Luas, Tanggung Jawab Besar

2007: Izin IUPHHK-RE pertama diberikan di Sumatera Selatan.
2010: Izin IUPHHK-RE kedua diberikan di Jambi, menurut ScienceDirect.com.
Luas areal: Izin pertama mencakup 52.170 hektare di Sumatera Selatan, sedangkan izin kedua di Jambi seluas 46.385 hektare, menurut Serikat Petani Indonesia – SPI.
Dasar hukum: Izin diberikan berdasarkan SK Menhut No. 293/Menhut-II/2007 tanggal 28 Agustus 2007 dan SK Menhut No. 327/Menhut-II/2010 tanggal 25 Mei 2010.
Kawasan ini merupakan sisa terakhir dari hutan dataran rendah Sumatera yang sangat langka dan kritis keberadaannya. Di dalamnya hidup spesies langka seperti harimau Sumatera, gajah Sumatera, trenggiling, dan berbagai jenis burung endemik.

Izin ini sejatinya adalah mandat: bukan untuk memanen, melainkan untuk memulihkan.

Namun sayangnya, mandat mulia itu kian hari makin ternoda oleh realitas di lapangan.

Restorasi yang Dikepung Eksploitasi

Dalam praktiknya, kawasan Hutan Harapan kini dipenuhi ancaman dari berbagai sisi:

Perambahan untuk sawit ilegal kian meluas terutama untuk wilayah Jambi, mengubah tutupan hutan menjadi blok-blok kebun.
Ilegal drilling menjamur, meninggalkan jejak tumpahan minyak mentah dan konflik horizontal.
Pembangunan jalan tambang menembus zona-zona yang seharusnya dipulihkan, membuka akses leluasa bagi pembalak liar dan penggarap baru.

Situasi ini tidak terjadi dalam senyap. Laporan demi laporan sudah dipublikasikan. Foto-foto satelit memperlihatkan degradasi kawasan yang konsisten dari tahun ke tahun. Namun pengawasan longgar dan minimnya penegakan hukum menjadikan kawasan ini seolah wilayah abu-abu: berada di antara izin restorasi, tetapi dikoyak seperti hutan produksi terbuka.

Meninjau Ulang Izin PT REKI: Keniscayaan?

Dengan kondisi yang kian memprihatinkan, sudah saatnya pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap izin PT REKI. Bukan sekadar audit administratif, tetapi evaluasi menyeluruh atas efektivitas, pengawasan, kemitraan dengan masyarakat, dan sejauh mana komitmen perusahaan ini dalam menjalankan prinsip restorasi ekosistem secara utuh.

Beberapa pertanyaan mendasar yang harus dijawab:

Apakah PT REKI memiliki kapasitas dan kemauan untuk menghentikan perambahan?

Bagaimana bentuk kemitraan mereka dengan masyarakat adat seperti Bathin Sembilan dijambi dan Wong Kubu di Sumatra Selatan?

Apakah model restorasi berbasis korporasi ini masih relevan dengan konteks sosial-ekologis di lapangan?

Jika jawabannya tidak meyakinkan, maka sudah waktunya izin ini ditinjau ulang, bahkan dicabut, dan dicarikan model pengelolaan alternatif yang lebih adil, partisipatif, dan berbasis komunitas.

Hutan Harapan: Simbol yang Tak Boleh Runtuh

Hutan Harapan bukan sekadar hamparan pohon. Ia adalah cermin masa depan konservasi di Indonesia. Jika simbol sebesar ini gagal dipertahankan, maka rusak pula kepercayaan publik bahwa restorasi ekosistem dapat berhasil.

Kini, tanggung jawab ada di tangan kita bersama:

Desak evaluasi menyeluruh atas izin PT REKI.

Hentikan ekspansi sawit dan aktivitas tambang di kawasan restorasi.
Dorong pengelolaan kolaboratif yang melibatkan masyarakat adat dan sipil.

Akhirnya, Pilihan Kita yang Menentukan

Apakah kita akan terus membiarkan kerusakan terjadi atas nama restorasi? Atau kita akan mengubah arah dan menyelamatkan satu-satunya kawasan dataran rendah tropis yang tersisa?

Hutan Harapan masih punya peluang untuk diselamatkan. Tapi waktu terus berjalan. Dan diam bukan lagi pilihan.

#TinjauUlangIzinREKI
#SelamatkanHutanHarapan
#RestorasiBukanRetorika
#HutanUntukMasaDepan

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini