Di Balik Kilau “Beras Raja”: Dugaan Pengoplosan Premium di Sumatera Selatan

0
51

Kilau yang Dipertanyakan

PALEMBANG, LogikaIndonesia.Com –  Di rak-rak supermarket dan toko daring, Beras Raja tampil sebagai simbol kemewahan pangan. Dengan kemasan elegan dan klaim mutu premium, produk seperti Raja Ultima dan Raja Platinum menjadi pilihan utama bagi konsumen yang mengutamakan kualitas. Namun, di balik kilau kemasan itu, muncul dugaan serius: manipulasi mutu, pelanggaran harga eceran tertinggi (HET), dan praktik pengoplosan yang merugikan konsumen hingga Rp100 triliun per tahun.

menelusuri jejak produksi dari Kabupaten OKU Timur, Sumatera Selatan, hingga distribusi nasional, mengungkap ketegangan antara klaim produsen, temuan pemerintah, dan keresahan masyarakat.

Mutu Tak Sesuai, Harga Melambung

Hasil uji laboratorium dan sidak lapangan oleh Kementerian Pertanian dan Satgas Pangan menunjukkan:
– Mutu beras tidak sesuai label premium: kadar air, butir patah, dan derajat sosoh melampaui batas SNI.
– Berat kemasan kurang: banyak produk 5 kg hanya berisi 4,5 kg.
– Harga melebihi HET: dijual hingga Rp15.000/kg, padahal standar premium Rp12.000–13.000.

“Jika terbukti melakukan pengoplosan, pelaku bisa dikenai sanksi pidana lima tahun penjara dan denda hingga Rp5 miliar.” – Kementerian Perdagangan

Klarifikasi Produsen: “Kami Tidak Mengoplos”

PT Belitang Panen Raya (BPR), produsen Beras Raja, membantah tudingan tersebut. Mereka menyatakan:
– Pengujian mutu dilakukan di laboratorium internal dengan alat lengkap.
– Temuan Kementan terjadi di hilir distribusi, bukan di pabrik produksi.
– Dirut PT BPR telah diperiksa selama 12 jam oleh Bareskrim dan belum dijatuhi sanksi.

“Kami tidak pernah mengoplos. Mutu sesuai hasil uji kami sebelum didistribusikan.” – Kevin Winarta, Dirut PT BPR

Respons Pemerintah: Subversi Ekonomi

Presiden Prabowo Subianto menyebut praktik ini sebagai bentuk subversi ekonomi yang mencekik rakyat. Ia memerintahkan penindakan tegas terhadap pelaku tanpa pandang bulu.

“Saya dapat laporan kerugian yang dialami oleh bangsa Indonesia adalah Rp100 triliun tiap tahun. Ini kejahatan ekonomi luar biasa.” – Presiden Prabowo

Dampak Sosial dan Budaya: Retaknya Kepercayaan Kolektif

Di Sumatera Selatan, beras premium bukan sekadar bahan pangan. Ia menjadi bagian dari ritual adat, jamuan kehormatan, dan simbol status sosial. Merek seperti Beras Raja digunakan dalam hajatan, kenduri, dan persembahan budaya.

Dugaan manipulasi mutu dan harga merusak:
– Kepercayaan kolektif terhadap pangan lokal.
– Identitas budaya yang melekat pada komoditas beras.
– Keadilan sosial bagi konsumen yang membayar mahal untuk kualitas yang tidak sesuai.

Kerugian Konsumen: Rp99–100 Triliun per Tahun

Menurut Kementan dan YLKI:
– Konsumen beras premium merugi Rp34,21 triliun/tahun.
– Konsumen beras medium merugi Rp65,14 triliun/tahun.
– Total kerugian mencapai Rp99,35 triliun/tahun, bahkan bisa lebih jika praktik ini berlangsung lama.

YLKI menegaskan bahwa konsumen berhak atas ganti rugi, dan pelaku usaha dapat dikenai sanksi pidana sesuai UU Perlindungan Konsumen.

Menjaga Mutu, Menjaga Martabat

Kasus Beras Raja bukan sekadar soal mutu pangan. Ia menyentuh martabat konsumen, integritas produsen, dan kepercayaan terhadap sistem pangan nasional. Investigasi ini menjadi pengingat bahwa di balik kemasan mewah, publik berhak tahu apa yang mereka konsumsi.

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini