Di Balik Amukan Gajah, Tumbuh Solidaritas

0
37

Kisah Warga Srijaya Baru Menyatukan Duka

Ogan Komering Ilir, LOGIKAINDONESIA.Com — Ketika dua warga Desa Srijaya Baru, Sualip dan Sugeng, menjadi korban amukan gajah liar yang menerobos ladang dan pemukiman, duka menyelimuti desa kecil di Kecamatan Air Sugihan. Namun dari reruntuhan ketakutan dan kehilangan, tumbuh sesuatu yang tak kalah kuat: solidaritas.

Dalam waktu singkat, warga desa bergerak. Bukan dengan amarah, melainkan dengan empati. Melalui Karang Taruna, mereka menggalang dana untuk membantu para korban. Hasilnya: Rp13.665.000 terkumpul—bukan sekadar angka, melainkan simbol kepedulian yang hidup di tengah komunitas yang kerap terpinggirkan.

Dari Pemuda untuk Sesama

Penggalangan dana ini bukan proyek formal. Ia lahir dari obrolan warung, dari keresahan pemuda, dari dorongan hati. Ketua Karang Taruna, Agus Heri Santoso, memimpin inisiatif ini dengan semangat yang menular. “Kami ingin menunjukkan bahwa pemuda bukan hanya penonton dalam musibah. Kami ada, kami peduli,” ujarnya saat penyerahan bantuan.

Bantuan diserahkan langsung kepada keluarga korban 5 Juni 2025 lalu, disaksikan oleh Kepala Desa Anton Suprapto, Babinsa Serka Eko Widodo, dan Babinkamtibmas Aipda Mulyadi. Momen itu bukan sekadar seremoni, melainkan pengakuan bahwa gotong royong masih menjadi denyut nadi desa.

Kepala Desa: “Ini Bukti Nyata Rasa Peduli”

Anton Suprapto, Kepala Desa Srijaya Baru, tak menyembunyikan rasa bangganya. “Apa yang dilakukan Karang Taruna bersama masyarakat ini menjadi bukti bahwa rasa peduli dan gotong royong masih hidup kuat di desa kita. Bantuan ini memang tidak sebanding dengan penderitaan korban, tetapi semoga bisa sedikit meringankan beban mereka,” tuturnya.

Di desa yang kerap berhadapan dengan konflik ruang hidup—antara manusia dan satwa, antara pembangunan dan ekologi—aksi ini menjadi penanda bahwa masyarakat tak hanya bertahan, tapi juga saling menguatkan.

Lebih dari Sekadar Bantuan

Kegiatan ini bukan hanya soal uang. Ia adalah narasi tentang bagaimana komunitas lokal merespons krisis dengan nilai-nilai yang diwariskan turun-temurun: gotong royong, empati, dan keberanian untuk hadir.

Di tengah ancaman yang tak selalu bisa dikendalikan, seperti amukan gajah liar, warga Srijaya Baru memilih untuk tidak saling menyalahkan. Mereka memilih untuk saling menggenggam.

Dan mungkin, di situlah kekuatan sejati desa ini berada.

 

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini