Tiga Wartawan Palembang Menorehkan Jejak Pengabdian
SURAKARTA, LogikaIndonesia.Com — Di tengah semarak Monumen Pers Nasional yang berdiri megah di jantung Kota Surakarta, sebuah babak baru dalam sejarah jurnalistik Indonesia resmi dimulai. Ratusan karangan bunga menghiasi Jalan Gajah Mada dan Jalan Yosodipura, seolah menjadi saksi bisu atas pengukuhan kepengurusan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat masa bakti 2025–2030 Sabtu 4 Oktober 2025. Namun di balik seremoni yang khidmat itu, terselip kisah inspiratif dari tiga putra terbaik Negeri Palembang Darussalam yang kini dipercaya mengemban amanah strategis di tubuh organisasi pers tertua di Indonesia.
Mereka adalah Oktap Riadi, Firdaus Komar, dan Rizal Aprizal tiga nama yang telah lama menjadi panutan di dunia jurnalistik Sumatera Selatan. Ketiganya bukan hanya dikenal karena ketajaman pena dan integritas profesi, tetapi juga karena komitmen mereka dalam membela nilai-nilai etika, kompetensi, dan keberpihakan pada kebenaran. Kini, mereka resmi menjadi bagian dari struktur inti PWI Pusat: Oktap Riadi sebagai Wakil Ketua Bidang Pembelaan Wartawan dan Pembinaan Hukum, Firdaus Komar sebagai Ketua Komisi Kompetensi Wartawan, dan Rizal Aprizal sebagai Wakil Ketua Bidang Departemen Pangan dan Energi.
Jejak Panjang Pengabdian
Bagi masyarakat pers Palembang, ketiga nama ini bukanlah sosok asing. Mereka telah lama menjadi garda depan dalam membela hak-hak wartawan, memperjuangkan kompetensi, dan menyuarakan isu-isu strategis seperti ketahanan pangan dan energi. Dalam berbagai forum lokal hingga nasional, mereka hadir bukan sekadar sebagai jurnalis, tetapi sebagai pemikir, mediator, dan penggerak perubahan.
Oktap Riadi, misalnya, dikenal sebagai figur yang tak kenal kompromi dalam membela kebebasan pers dan hak wartawan. Ia kerap turun langsung dalam advokasi hukum, mendampingi rekan-rekan seprofesi yang menghadapi tekanan atau kriminalisasi. Firdaus Komar, dengan latar belakang akademik dan pengalaman organisasi yang luas, telah lama menjadi motor penggerak peningkatan kompetensi wartawan di Sumatera Selatan. Sementara Rizal Aprizal, yang aktif dalam isu-isu strategis seperti pangan dan energi, membawa perspektif kebijakan yang segar dan relevan ke dalam tubuh PWI.
Momentum Kebangkitan Pers Nasional
Pelantikan yang berlangsung di Gedung Monumen Pers Nasional Surakarta bukan sekadar seremoni. Di hadapan Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafidz, serta jajaran pengurus daerah dan tamu undangan, Ketua Umum PWI Pusat Akhmad Munir memimpin langsung prosesi pengukuhan. Dalam sambutannya, Meutya menekankan peran vital pers dalam perjalanan bangsa. “Pers telah mengawal Indonesia sejak kemerdekaan. Hari ini, kita menyaksikan lahirnya semangat baru. Momentum kebangkitan untuk melahirkan karya-karya jurnalistik yang berintegritas,” ujarnya penuh harap.
Pernyataan Meutya bukan sekadar retorika. Di tengah tantangan era digital, disrupsi informasi, dan ancaman terhadap kebebasan pers, pengukuhan kepengurusan baru PWI menjadi titik balik penting. Ia menandai komitmen bersama untuk memperkuat ekosistem jurnalistik yang sehat, kompeten, dan berintegritas.
Dari Palembang untuk Indonesia
Bagi Ali Goik, Redaktur LogikaIndonesia.Com, kepercayaan yang diberikan kepada tiga wartawan Palembang adalah bukti nyata pengabdian dan kualitas mereka. “Ini bukan sekadar jabatan, tapi pengakuan atas dedikasi. Mereka telah membuktikan bahwa wartawan dari Palembang mampu bersinar di tingkat nasional,” tuturnya bangga.
Keberhasilan ini juga menjadi barometer bahwa daerah bukan sekadar penonton dalam dinamika nasional. Palembang, dengan sejarah panjang sebagai pusat kebudayaan dan peradaban, kini kembali menegaskan perannya sebagai penghasil pemikir dan pemimpin di bidang jurnalistik. Ketiga tokoh ini membawa serta semangat Darussalam semangat keberagaman, integritas, dan pengabdian.
Harapan dan Tantangan ke Depan
Dengan posisi strategis di PWI Pusat, tantangan yang dihadapi tentu tidak ringan. Mereka diharapkan mampu menjawab berbagai persoalan mendesak dari perlindungan hukum bagi wartawan, peningkatan kompetensi di era digital, hingga advokasi kebijakan di sektor pangan dan energi. Namun dengan rekam jejak yang telah mereka tunjukkan, publik optimis bahwa mereka akan mampu menjalankan amanah ini dengan baik.
Langkah mereka adalah langkah Palembang. Dan dari Surakarta, gema pengabdian itu kini menggema ke seluruh penjuru negeri. Di tengah arus perubahan, mereka hadir sebagai jangkar integritas dan kompas moral bagi dunia jurnalistik Indonesia.




