Dari Merdeka Belajar ke Darurat Pengawasan, Ketika Anak Menjadi Korban, Siapa yang Bertanggung Jawab?

0
21

LogikaIndonesia.Com — Di tengah semangat transformasi pendidikan yang digaungkan melalui Program Merdeka Belajar Global (MBG), muncul paradoks yang mengusik nurani. Anak-anak yang seharusnya menjadi subjek pembebasan justru terjerumus dalam risiko kesehatan akibat kelalaian sistemik. Kasus keracunan anak dalam pelaksanaan MBG bukan sekadar insiden teknis—ia adalah cermin dari sistem pendidikan yang belum sepenuhnya berpihak pada keselamatan dan martabat peserta didik.

MBG Visi Besar yang Rentan Gagal di Lapangan

MBG hadir dengan janji pembebasan, kurikulum yang fleksibel, pembelajaran berbasis proyek, dan keterhubungan dengan dunia nyata. Namun, dalam praktiknya, banyak daerah menghadapi tantangan serius:

– Distribusi bahan ajar dan alat peraga tanpa uji kelayakan lokal
– Kegiatan eksperimen atau praktik lapangan tanpa pendampingan ahli
– Pemberian makanan edukatif yang tidak lolos sertifikasi kesehatan

Alih-alih menjadi ruang tumbuh, MBG berisiko menjadi ruang bahaya jika tidak diawasi secara ketat dan partisipatif.

Tragedi Keracunan Anak: Alarm Kegagalan Sistem Pengawasan

Beberapa kasus keracunan anak yang terjadi dalam konteks MBG baik melalui konsumsi makanan edukatif, penggunaan bahan kimia, atau paparan zat berbahaya dalam kegiatan belajar mengungkap celah serius dalam rantai pengawasan. Anak-anak mengalami:

– Mual, muntah, dan gangguan pencernaan setelah kegiatan “belajar sambil makan”
– Iritasi kulit dan pernapasan akibat penggunaan bahan eksperimen tanpa APD
– Trauma psikologis karena minimnya pendampingan saat insiden terjadi

Tragedi ini bukan hanya soal kelalaian teknis, tetapi kegagalan sistemik dalam memastikan bahwa setiap inovasi pendidikan harus tunduk pada prinsip keselamatan anak.

Pemerintah Daerah: Pilar Etika dan Perlindungan dalam MBG

Di sinilah peran pemerintah daerah menjadi krusial. Mereka bukan sekadar pelaksana kebijakan pusat, tetapi penentu arah dan penjaga etika pelaksanaan MBG. Keterlibatan mereka harus mencakup:

1. Penentuan Program yang Kontekstual dan Aman
– Menyusun Perda atau regulasi turunan MBG yang mengutamakan keselamatan anak
– Memastikan bahwa setiap bahan ajar, alat bantu, dan kegiatan MBG telah diverifikasi oleh dinas terkait

2. Pengawasan Terdesentralisasi dan Responsif
– Membangun sistem pemantauan berbasis komunitas: melibatkan guru, orang tua, tenaga medis, dan tokoh lokal
– Menyediakan kanal pelaporan insiden yang cepat, transparan, dan berorientasi pada pemulihan

3. Audit Publik dan Transparansi Anggaran
– Mengungkap alokasi dana MBG secara terbuka kepada masyarakat
– Mendorong partisipasi warga dalam mengevaluasi efektivitas dan keamanan program

Rompok Budaya: Basis Sosial untuk Pengawasan dan Pemulihan

Untuk menjawab tantangan ini secara kontekstual, pendekatan berbasis Rompok Budaya menjadi solusi strategis. Sebagai ruang ekspresi, mediasi, dan edukasi di tingkat kecamatan, Rompok Budaya dapat berfungsi sebagai:

🔹 Sentra Informasi dan Edukasi MBG
– Menyediakan informasi publik tentang isi dan risiko program MBG
– Menyelenggarakan lokakarya keamanan bahan ajar dan praktik belajar

🔹 Forum Pengawasan Partisipatif
– Menampung laporan warga terkait insiden atau kelalaian dalam pelaksanaan MBG
– Menyusun rekomendasi lokal untuk pemerintah daerah dan sekolah

🔹 Ruang Pemulihan dan Advokasi Anak
– Menyediakan pendampingan psikososial bagi anak yang terdampak
– Mengangkat narasi korban sebagai bahan refleksi dan reformasi kebijakan

Dengan mengaktifkan Rompok Budaya sebagai simpul pengawasan dan pemulihan, masyarakat tidak hanya menjadi penonton, tetapi aktor utama dalam menjaga keselamatan anak dan kualitas pendidikan.

Dari Tragedi ke Reformasi: Membangun Sistem Pendidikan yang Berakar dan Berdaya

Keracunan anak dalam MBG harus menjadi titik balik. Bukan untuk menyalahkan, tetapi untuk membangun sistem yang lebih adil, aman, dan partisipatif. Pemerintah daerah dapat menjadi motor perubahan dengan:

– Mendesain SOP pengawasan MBG berbasis risiko dan lokalitas
– Mendorong pelatihan lintas sektor untuk guru, tenaga kesehatan, dan fasilitator MBG
– Mengintegrasikan nilai-nilai budaya lokal dalam pendekatan keselamatan dan pembelajaran

Pendidikan yang Membebaskan Harus Juga Melindungi

Merdeka Belajar bukan hanya tentang kurikulum yang fleksibel, tetapi tentang ekosistem pendidikan yang melindungi, memberdayakan, dan menghormati anak sebagai subjek utama. Pemerintah daerah dan Rompok Budaya memiliki tanggung jawab moral dan struktural untuk memastikan bahwa setiap inovasi pendidikan tidak mengorbankan keselamatan.

Ketika anak-anak keracunan dalam program MBG, itu bukan sekadar kegagalan teknis. Itu adalah panggilan untuk membangun sistem yang lebih manusiawi. Dan itu hanya bisa terjadi jika pemerintah daerah berdiri di garis depan—bersama Rompok Budaya—sebagai penentu arah, pengawas etika, dan mitra sejati dalam pendidikan yang berakar dan berdaya.

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini