Dari Lamunan di Teras Rumah ke Panggung Warisan

0
11

Kisah Lahirnya Kampung Dulmuluk

LogikaIndonesia.Com — Di tengah riuhnya kota yang terus tumbuh, ada satu sudut kecil yang menyimpan jejak sejarah panjang dan semangat pelestarian budaya Kampung Dulmuluk. Siapa sangka, inisiatif membangun kampung budaya ini bermula bukan dari rapat formal atau diskusi akademik, melainkan dari lamunan seorang warga Palembang di teras rumahnya.

Awal yang Sederhana Sebuah Lamunan yang Mengubah Arah

Ki Agus M. Rasyid Irfandi yang kesehariannya biasa di panggil Pedo, sosok di balik lahirnya Kampung Dulmuluk, tak pernah menyangka bahwa momen santai selepas makan siang akan menjadi titik balik dalam hidupnya. Duduk di garang teras rumah dalam istilah lokal Palembang ia merenung tentang satu hal yang kerap muncul dalam setiap acara keluarga: Dulmuluk.

“Setiap waktu, setiap momen acara keluarga, pasti mengarah ke Dulmuluk. Jadi saya berpikir, dari manalah asal Dulmuluk ini?” kenang Pak Irfandi dalam wawancara eksklusif.

Rasa penasaran itu membawanya membuka Google dan membaca Wikipedia. Di sanalah ia menemukan fakta-fakta yang tak hanya mengejutkan, tapi juga menggugah kesadarannya akan pentingnya pelestarian budaya.

Dulmuluk Dari Syair ke Panggung Rakyat

Dulmuluk bukan sekadar hiburan panggung. Ia berakar dari kitab syair berjudul Abdul Muluk, karya Raja Ali Haji dari Pulau Penyengat—tokoh penting dalam sejarah sastra Melayu. Kitab ini dibawa ke Palembang sekitar tahun 1854 oleh Wan Bakar, seorang saudagar keturunan Arab.

Yang membuat Pak Irfandi terperanjat adalah lokasi pembacaan syair tersebut: Tangga Takan, tepat di lingkungan tempat tinggalnya. Di sanalah Wan Bakar membacakan syair Abdul Muluk, yang kemudian menginspirasi masyarakat Palembang untuk memerankan tokoh-tokoh dalam cerita tersebut—Sultan, Pangeran, Putri hingga akhirnya berkembang menjadi seni teater khas Palembang yang kita kenal sebagai Dulmuluk.

Pengakuan Negara dan Tekad Membangun Kampung Budaya

Penemuan sejarah ini tak berhenti di sana. Pak Irfandi juga mendapati bahwa Dulmuluk telah diakui sebagai Warisan Budaya Tak Benda oleh negara sejak 12 tahun lalu. Dua hal ini—lokasi historis dan pengakuan resmi—menjadi pemantik semangatnya.

Ia merasa perlu ada penanda fisik, sebuah ruang yang menyatakan: “Inilah tempat pertama sejarah Dulmuluk dimulai.” Maka lahirlah gagasan Kampung Dulmuluk—bukan sekadar tempat, tapi pusat pelestarian, edukasi, dan destinasi wisata budaya.

Kampung Dulmuluk Ruang Hidup bagi Seni dan Sejarah

Kampung Dulmuluk kini menjadi ruang hidup bagi seni teater tradisional, tempat generasi muda belajar dan mengenal akar budaya mereka. Di sana, pertunjukan Dulmuluk digelar, dokumentasi sejarah disusun, dan komunitas lokal dilibatkan dalam pelestarian.

Lebih dari itu, kampung ini menjadi simbol bahwa pelestarian budaya bisa dimulai dari kesadaran personal, dari rasa cinta terhadap warisan leluhur, dan dari keberanian untuk bertindak.

Dukungan untuk Indonesia Maju Dari Lokal ke Nasional

Bagi Pak Irfandi, Kampung Dulmuluk bukan hanya tentang Palembang. Ia adalah kontribusi nyata untuk Indonesia Maju—sebuah bentuk partisipasi warga dalam menjaga identitas bangsa. Dengan menjadikan budaya sebagai destinasi wisata, ia berharap kampung ini bisa menginspirasi daerah lain untuk menggali dan menghidupkan kembali warisan mereka.

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini