Ancaman Permen ESDM No. 14/2025 terhadap Kawasan Restorasi PT REKI

0
21

Palembang, LOGIKAINDONESIA.COM – Terbitnya Peraturan Menteri ESDM No. 14 Tahun 2025 tentang legalisasi pengelolaan sumur tua dan sumur rakyat melalui kerja sama dengan BUMD, koperasi, dan UMKM dinilai membuka celah baru bagi pelaku illegal drilling untuk menyusup secara legal ke wilayah-wilayah konservasi—termasuk Hutan Harapan yang dikelola oleh PT Restorasi Ekosistem Indonesia (REKI).

Menurut Arlan, Koordinator Advokasi Perkumpulan Sumsel Bersih, PT REKI merupakan pemegang izin restorasi ekosistem pertama di Indonesia yang mengelola sekitar 98.000 hektare hutan dataran rendah tersisa di Provinsi Sumatera Selatan dan Jambi.

“Kawasan ini bukan hanya kaya akan sumber daya alam seperti minyak, kayu, dan batubara, tapi juga merupakan habitat penting bagi satwa langka seperti Harimau Sumatera, Gajah Sumatera, dan burung Rangkong. Selain itu, wilayah ini juga menjadi tempat hidup komunitas adat Suku Anak Dalam (SAD) Batin Sembilan,” ungkap Arlan.

Namun, lanjut Arlan, alih-alih memperkuat perlindungan kawasan, Permen ESDM No. 14/2025 justru berpotensi menjadi jalan belakang bagi cukong dan pelaku pengeboran ilegal untuk mencuci rekam jejak mereka lewat skema kerja sama yang dilegalkan negara.

“Fakta di lapangan menunjukkan adanya peningkatan aktivitas sejumlah oknum yang menawarkan imbalan 15–25 persen kepada warga sekitar sebagai kompensasi untuk menunjukkan lokasi sumur tua atau titik-titik minyak potensial di dalam konsesi PT REKI.”

Informasi dari masyarakat juga mengungkapkan bahwa beberapa sumur tua peninggalan Belanda di wilayah Manggul hingga kini masih aktif beroperasi, dan diduga kuat dimanfaatkan oleh jaringan pengeboran ilegal. Sebelumnya, aktivitas semacam ini sempat ditertibkan oleh operasi gabungan yang melibatkan Dinas Kehutanan, namun kini berisiko bangkit kembali dengan modus yang lebih terselubung

Menanggapi situasi tersebut, Perkumpulan Sumsel Bersih mendorong PT REKI dan seluruh pemangku kebijakan untuk mengambil langkah strategis dan cepat guna mempertahankan fungsi restorasi Hutan Harapan. Beberapa langkah yang diusulkan, antara lain:

1. Advokasi Kebijakan dan Penegasan Wilayah Konservasi

Mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk memperjelas batas wilayah konservasi, serta memastikan area tersebut tidak dimasukkan ke dalam wilayah kerja migas, baik dalam Permen maupun regulasi turunannya.

2. Pemetaan dan Publikasi Zona Sensitif

Melakukan pemetaan komprehensif terhadap sumur tua dan potensi migas di wilayah REKI, sekaligus mempublikasikan zona restorasi sebagai wilayah larangan eksploitasi.

3. Koordinasi Lintas Sektor

Membangun kemitraan strategis dengan kementerian terkait, pemda, serta aparat penegak hukum untuk memperkuat sistem pengawasan bersama.

4. Keterlibatan Multistakeholder

Mengajak masyarakat sipil, NGO, akademisi, dan jurnalis untuk terlibat dalam proses pemantauan dan publikasi yang mendukung upaya PT REKI mempertahankan mandat restoratifnya.

5. Penguatan Pengawasan Lapangan

Meningkatkan kapasitas patroli kehutanan dan menambah pos pengawasan di titik-titik akses keluar masuk wilayah, terutama yang rawan dijadikan jalur pengeboran ilegal.

Ekosistem dan Komunitas Adat di Ujung Tanduk

Tanpa pengawasan ketat dan regulasi turunan yang mampu memverifikasi pelaku usaha serta melindungi kawasan konservasi, misi restorasi PT REKI akan mudah tergelincir ke dalam kompromi kepentingan ekonomi-politik. Akibatnya, Hutan Harapan sebagai benteng terakhir keanekaragaman hayati dataran rendah Sumatera bisa hilang. Dampaknya tidak hanya pada ekosistem, tetapi juga pada keberlangsungan hidup Suku Anak Dalam Batin Sembilan serta nasib satwa langka seperti harimau, gajah, dan rangkong.

“Kami mendesak negara untuk tidak menutup mata. Restorasi bukanlah ruang kompromi. Hutan Harapan harus diselamatkan dari jebakan kebijakan bermata dua,” tutup Arlan.

Sumber:rilis Sumsel Bersih

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini